Saturday, December 02, 2006

arti sebuah nama

2 desember 2006

Nama! Apa sih istimewanya sebuah nama? Mungkin bagi sebagian orang, nama tidak lebih dari untaian kata tanpa makna, yang hanya berfungsi sebagai pengingat terhadap sesuatu. Tapi bagi sebagian yang lain, nama bukanlah sekedar fungsi pengingat yang tanpa makna. Karena ada pesan bahkan harapan besar di baliknya. Nggak heran juga kalau banyak orang yang bersusah- susah menetapkannya.

Jangan di kira sepele lho!! Untuk memberikan nama “Juminten” pada sang buah hati, orang tua rela selamatan bubur merah tujuh hari tujuh malam, tanya ke kiai sana, tanya ke dukun sini. Belum lagi, tabur bunga tujuh rupa, di tujuh tempat keramat di daerahnya. Sebuah pengorbanan yang sangat keras bukan?!!.
Padahal, saat si anak duduk di bangku sekolah dasar atau sekolah lanjut, tak jarang dia menerima cibiran atas namanya itu. “Idih, hari gini masih pake nama Juminten?”. Atau “Juminten, ngapain pake sekolah segala, kalau akhirnya juga jadi pembantu?”. Masih ada lagi, “Eh, nama loe kuno. Nggak komersil!!!” Wow, bentuk ejekan yang mampu memerahkan telinga bin menyesakkan dada.

Akibatnya apa yang terjadi? Secara perlahan, Juminten pun mengalami de-namanisasi alias krisis / ketidakpedean terhadap nama. Begitu suatu saat, dia menjadi orang terkenal, sebut saja jadi artis, Juminten berusaha mengganti nama pemberian orang tua hasil tirakatan di gunung Dolly tadi dengan sebutan yang lebih keren dan layak jual. Misalnya, diganti dengan Jao Mien Tien.

De-namanisasi tadi pernah pula saya alami. Nyaris sama seperti yang di alami Juminten. Sebenarnya, saya terlahir dengan nama yang sangat keren, hasil pencampuran antara barat dan timur (maksudnya, Malang – Cirebon) yakni Mikael Candra Eka Saputro. Anehnya, nama panggilannya melenceng dari nama asli. Nggak tau siapa yang memanggil pertama kali dengan sebutan itu. Panggilan saya justru “Mickey”. Nah, ini yang menjadi biang kerok.

Saya menganggap, nama “Mickey” bukanlah sebuah nama yang keren dan enak di dengar. Apalagi banyak temen – temen keparat yang menambahkan suku kata “Mouse” di belakangnya, menjadi “Mickey Mouse” alias Mickey Tikus. Huh, sebel!!!

Akhirnya, saat di bangku SMA, saya pun berinisiatif mengubah nama panggilan menjadi Candra. Kedengaran lebih gagah dan macho!!!

Tapi yang terjadi malah jadi aneh. Setiap ada yang memanggil dengan sebutan Candra, saya merasa mereka bukan memanggil saya. Saya masih mengganggap nama saya masihlah Mickey dan akan tetap menjadi Mickey selamanya.

Dan sekarang saya baru menyadari ternyata nama “Mickey” itu unique, menarik dan pastinya nggak pasaran. Hanya ada dua di dunia. Satu di Indonesia, satunya lagi di Disneyland, Mickey Mouse….

1 komentar:

pOe said...

lho, emang sejak kapan panggilanmu jadi Mickey? bukannya Kacong? hwakakaka....
piss, Cong!