Monday, May 01, 2006

like a bird

9 september 2005 siang 14.00 WIB

”Kecewa? Nggak juga tuh”. Itulah sepenggal kalimat yang meluncur dari bibirku saat teman-teman kantor pada nanyain tentang perasaanku beberapa saat setelah resmi keluar (dikeluarin atau keluar ya? Kayaknya dikeluarin deh, huahaha…) dari perusahaan media terbesar kedua di Indonesia, Jawa Pos Grup (DetEksi).

Sumpah! Nggak ada kekecewaan yang teramat sangat dalam diriku. Biar dikata, disana aku cukup lama. Hampir dua tahun pren!

Aku sih mikirnya, keluar dari situ bukan berari hidupku berakhir. Roda kehidupan terus berputar, nggak hanya berhenti di situ ( ya gak?!). Toh, tempat itu juga bukan tempat impian buat gantungin cita-cita.

Aku masih muda (22), jalanku masihlah panjang (insyaallah). Tanpa Jawa Pos pun aku masih bisa hidup, aku masih bisa makan, masih bisa bercanda, bisa beli es teh buat sekedar cangkruk di malam hari, etc.

Tapi, jujur aja, dari lubuk hati yang pualing dalem sempat juga ada rasa kecewa. Ya, kecewa! Kenapa emang? bingung? Nggak, aku nggak plin-plan.

Aku kecewa bukan karena keluar dari kerjaan itu pren. Aku kecewa karena cara keluarku yang aku anggap sangat menyakitkan.

Sejak awal kerja, aku komit nggak bakal keluar karena dikelurin. Aku mau keluar karena emang keinginan dari dalam hati yg paling dalem. Dan itu emang sudah aku lakuin.

Pertengahaan Agustus kemarin aku sudah mutusin resign. Sayangnya, desakan si Oji’ (editorku) untuk terus masuk kerja membuatku terpaksa kembali memasuki lembah nista tadi. Dan kemarin (31/8/05), aku bener-bener nggak nyangka dipecat secara sepihak, hiks...

Kronologis kejadiannya, pada jumat lalu (lupa tanggalnya, yg pasti sebelum tanggal 31 Agustus) ada evaluasi penulis. Berhubung waktu itu aku sama Doni Aprilliaananda ( bukan Azrul Ananda lho ya?) lagi mudik (pulang ke rumah gw dikampung halaman) jadi kita nggak sempat dievalausi.

Akhirnya, tanggal 31 (sory jamnya juga lupa, yang pasti selepas baghda isya’) pas lagi makan malam di Pujasera lantai bawah (kantorku di lantai 4) bareng Buz, Reza, pacare Reza. Aku ama Doni di suruh mbak Ira (Koordinator Umum Det) naik ke atas. Katanya ada evaluasi. Ya udah kita pun naik.

Nyampe di atas, ternyata nggak langsung evaluasi. Penyebabnya, para koordinator (pengevaluasi) pada sibuk dengan kesibukan masing-masing. Ada yang masih sibuk dengan halaman, ada juga yang sibuk dengan telponnya.

Daripada bengong nunggu eksekusi, eh evaluasi, aku ajak Doni main tennis meja. Gabung juga si Pan-Pan dan Yondang (anak surveyor yg coba peruntungan jadi penulis dan pembuat kuesioner).

Pas lagi enak-enaknya main, Topan datang dan langsung nyuruh Doni masuk ruang meeting untuk evaluasi.

Sekitar tiga puluh menit, Doni keluar, trus manggil aku. Katanya, sekarang giliran aku. Ongkeh, stop tennis! Aku pun bergegas ke ruang meeting.

Sampai di dalam sudah ada pengeksekusi, (wuih salah lagi, maksudku pengevaluasi) yg terdiri dari para koordinator (Topan, Sani, Doni R, Puji). Setelah basa-basi sebentar, Puji langsung ngomong kalo kontrakku di Deteksi nggak diperpanjang lagi.
Duenggg!!!! (tapi nggak sekeras tabuhan drum kosong), Jantungku serasa berhenti berdetak (ceile, nggaklah, nggak segitunya). Untungnya, aku segera bisa mengontrol keadaan. Aku mencoba tenang dan tabah (huahaha… tabah euy).

Abis mutusin kontrak kerjaku, Puji serahkan langsung tongkat pembicara ke Topan (sebagai koordinator penulis) untuk menjelaskan kenapa kontrakku nggak diperpanjang. Dengan sigap, Topan langsung membeberkan dosa-dosaku plus permasalahan inti kenapa aku di non aktifkan. Bla-bla-bla…...

Kampret! Tau gini, mending aku bulat keluar pertengahan Agustus kemarin. Lebih lega, lebih puas. Kalo gini? Aku ngerasa terhina, ngerasa kalah, ngerasa jadi pecundang. Jancokkk!!!

Untung aja aku ingat perkataan bokap dan nyokap saat curhat masalah kerjaan (baca:kantor) pas mudik beberapa waktu lalu. Mereka dengan bijaksana berucap, ”Udahlah le, kalo emang gak kuat kerja di sana ya nggak usah dipaksain. Tapi, jangan lupa, keluarnya dengan baik-baik. Jangan sampai keluar membawa dendam,”.

Fuih, berat emang. Pasalnya, aku keluar dengan cara nggak baik. Aku dipecat! Okelah, aku berusaha nggak dendam ke siapa aja di kantor lama. Tapi ini semata-mata demi orang tuaku.

Untung juga, aku masih punya cukup banyak teman yang mau ngerti dan terus memberikan support untuk terus hidup. Doni A, Buz, Inem, Poe, Yudha, Fiki, Zainal, mbak Ira, etc. Thanks pren, dukungan kalian berarti banget..

Aku janji bangkit lagi. Aku ingin kerja lagi. Dapat duit lagi. Beliin bokap baju, beliin nyokap tas, beliin adek-adekku mainan. Tapi entah kapan…..

0 komentar: